Tangerang, tangraya.com
Aktivitas industri cat di kawasan Tangerang kembali menjadi sorotan publik. PT Kansai, salah satu perusahaan cat besar, Kota Tangerang, Banten, senin (22/09)
diduga kuat melakukan praktik pembuangan limbah cair langsung ke saluran lingkungan tanpa melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Industri cat dikenal menghasilkan berbagai jenis limbah: cair, padat, gas, hingga limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dari semua jenis limbah tersebut,
limbah cair dinilai paling rawan karena sering dialirkan langsung ke parit, got, hingga sungai yang berhubungan dengan pemukiman warga.
Hasil penelusuran di lapangan memperlihatkan adanya aliran air berwarna keruh keluar dari area pabrik menuju saluran air sekitar. Kondisi ini menimbulkan keresahan masyarakat.
“Air di belakang pabrik sering keruh, warnanya tidak wajar, dan baunya menyengat sekali. Kami khawatir ini limbah cat yang dibuang sembarangan.
Kalau dibiarkan, kami bisa sakit karena air tanah tercemar,” ungkap seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan, Jumat (19/9/2025).
Keluhan serupa juga datang dari warga lain. Seorang tokoh masyarakat sekitar menegaskan bahwa sudah lama warga mencium bau kimia yang tidak sedap di sekitar area pabrik.
“Kami minta pemerintah turun tangan. Jangan sampai masyarakat jadi korban keserakahan industri,” tegasnya.
Sesuai dengan aturan pemerintah, setiap perusahaan wajib membangun dan mengoperasikan IPAL. Proses pengolahan limbah harus melewati tahapan fisika, kimia, dan biologi sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan.
Jika terbukti melakukan pembuangan limbah cair tanpa pengolahan, PT Kansai berpotensi dikenai sanksi berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Di mana pelaku pencemaran dapat dijerat pidana penjara hingga 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.
Selain itu, pasal 104 dan 116 UU Lingkungan Hidup mengatur bahwa korporasi yang terbukti melakukan pencemaran dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari paksaan pemerintah, penghentian sementara, hingga pencabutan izin usaha.
Di tingkat daerah, Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menegaskan kewajiban setiap industri untuk memenuhi standar baku mutu limbah sebelum dibuang.
Aktivis Lingkungan Pemerintah Harus Tegas, Ketua Forum Peduli Lingkungan Tangerang, Ahmad Sutrisno, mendesak pemerintah daerah segera melakukan investigasi mendalam.
“Ini bukan sekadar isu biasa. Kalau benar PT Kansai membuang limbah tanpa IPAL, maka ini kejahatan lingkungan.
Pemerintah tidak boleh ragu-ragu, harus ada tindakan tegas agar menjadi efek jera.
Jangan sampai masyarakat terus jadi korban pencemaran,” ucapnya.
Menurutnya, pengawasan lingkungan di kawasan industri Tangerang masih lemah. “Industri skala besar berdiri di tengah pemukiman padat, tapi pengawasan minim. Akhirnya yang dirugikan masyarakat,” tambah Ahmad.
Perizinan Teknis yang Wajib Dimiliki, Selain kewajiban IPAL, setiap industri skala besar seharusnya juga mengantongi berbagai Persetujuan Teknis (Pertek), antara lain.
Pertek Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah – memastikan limbah cair aman sebelum dibuang.
Pertek Pemenuhan Baku Mutu Emisi – untuk mengendalikan gas buang dari proses produksi.
Pertek Pengelolaan Limbah B3 – terkait penyimpanan sementara limbah berbahaya.
Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) – untuk meminimalisir dampak mobilitas akibat aktivitas pabrik.
Jika kewajiban teknis ini diabaikan, risiko pencemaran semakin besar. Air tanah warga bisa tercemar, ekosistem sungai rusak, dan kesehatan masyarakat terancam.
Perusahaan Belum Berikan Keterangan, Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Kansai belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pencemaran limbah cair tersebut.
Sementara itu, warga bersama sejumlah aktivis berencana melayangkan laporan resmi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
“Jangan tunggu ada korban baru bertindak. Lingkungan hidup adalah hak masyarakat yang harus dilindungi negara,” pungkas Ahmad Sutrisno.
(rohim)